twitter


Judul di atas tentu akan mengingatkan kita semua akan 3 hal penting yang konon wajib dimiliki seorang ratu kecantikan dari mulai gadis sampul hingga Putri Indonesia bahkan Miss Universe. Seorang wanita yang dikatakan 'cantik' tidak hanya bermodalkan jidat licin dan wajah menawan tapi juga berotak encer dan berperilaku baik.

Yang akan saya ceritakan di sini bukanlah mengenai kontes-kontes yang kadang-kadang saya suka bingung apa-sih-pentingnya itu, tapi mengenai pengalaman saya menguji calon guru beberapa hari yang lalu. Ya, sekali lagi yayasan tempat saya bekerja itu membuka kembali rekrutmen guru demi meningkatkan profesionalitas kinerja kami. Hadaah.

Berbeda dari tahun sebelumnya ketika saya mewawancara para calon guru semuanya, kali ini saya (selain membuat soal) berkesempatan untuk menguji presentasi makalah mereka. Mekanismenya adalah enam orang secara dipanelkan mempresentasikan makalah mereka dan dilanjutkan dengan tanya jawab dengan para penguji.

Di ruangan saya ada dua kelompok yang kami uji. Kelompok pertama tidak masalah, dalam artian proses tanya jawab berlangsung normal dan lancar. Pada kelompok kedua ada seorang calon guru yang mungkin selamanya akan membekas di benak saya karena B yang terakhir, sikapnya.

Dari segi penampilan dan tampang, ia memenuhi kriteria yang pertama. Ia menarik. Oh ya saya harus memberitahu bahwa ia perempuan. Kemudian untuk kriteria yang kedua pun dia oke. Kebetulan ia melamar posisi guru Bahasa Inggris, dan kemampuannya saya nilai bagus.

Tentu Anda sudah dapat menebak apa yang terjadi. Sayang seribu sayang, ia tak memiliki kriteria terakhir, yaitu behavior atau sikap. Tidak akan saya beberkan di sini detailnya, yang pasti dari pertama ia kami uji, kami dapat melihat dengan jelas sifat macam apa yang ia miliki. Tidak kooperatif, agresif dan tidak menerima pendapat orang adalah hal-hal yang saya cantumkan di lembar penilaian.

Pada akhirnya, saya menyayangkan sikapnya itu. Karena seandainya dia tidak begitu, mungkin saya akan langsung merekomendasikannya dikarenakan kemampuannya yang bagus.

Yah, memang jarang yang punya 3 kriteria itu. Kalau semua orang punya, tidak terbayangkan oleh saya betapa banyaknya orang yang melamar jadi putri Indonesia.


Last month I watched this interesting film that I've been searched for a while. It was a touchy story entitled "August Rush". In the very beginning of the movie, the narrator said about how all souls in this world gathered in the sky and then God just send them one by one to parents on earth. Those souls became a baby that planted in a womb of women.

The opening of that movie made me wanna laugh and cry at the same time. This was exactly how I felt when I was a little. I used to think that God would planted me in different womb, another home.

It is not your fault if you don't agree with me. I know I am wrong. I have carried this burden for as long as I live. Maybe you all had a choice. But I don't. I never had any choices.

I know that choosing parents is definitely impossible. That is not a kind of privilege God would give to us. I, never question The Creator, until today. Just say that I am in the insanity-zone right now. Mind my thoughts.

But, as everybody said; God never wrong. It is us who's wrong. It is me who's insane. This is just another test. Again and again. I always sought for Your mercy Allah ...

So this is what you called, bad example of a divorce. Once you married, means that you are willing to take care of your offspring, not only your spouse. You can't just walk away after what you did, just because "some problem that your childen would not be able to understand".

I don't blame my parents to decide what they had decided. Maybe they would not be happy if they still stuck together. But I deserve for a choice, alright?? I was not asking for this, even in my teenage life when everything seemed so normal and forgiven. What if I am not happy with it? Have they been thinking about it?

I do have problems with the old woman now. I did have problems with her since I was grown up. And again, I asked myself same question; don't I have choice?


I have a confession to make. Je deteste ma mere. I have tried to understand her for years. Never make it up. Dunno who's fault or why. Maybe it is my fault. And definitely my sins. Islam taught me to respect her, not to say something that would hurt her.

Est-ce que J'ai la chance de raison? I guess I have. Quand mes parents etaint separer, I supposed to have choice. They supposed to give me choices. I was just a little people, for God sake. Je ne jamais demander pour etre au monde.

And when now she is stubborn and make me feel like in hell (though never been there), who's fault is that? Again, mine ..

God, I wish I could be someone else. I've pictured that since I was been able to imagine. Or else, I prefer to be no one. Just none. No exist.

Wish could be like everybody else. I wish I can blame God for this.

And I did blame God tonight.

Forgive me Allah, for I have sins ...


Nampaknya sebagian besar remaja di tatar Sunda ini semuanya penyayang binatang. Hal ini dapat saya pastikan karena mereka selalu menyertakan nama binatang kesayangan mereka ke dalam setiap ucapannya. Anehnya, si binatang kesayangan itu sama jenisnya. Saya tidak tahu apakah pengetahuan mereka soal binatang begitu sempitnya hingga hanya satu nama ini saja yang secara spesifik mereka ucapkan. Saya tarik kembali kalimat saya tadi, bukan remaja, melainkan sebagian besar orang pada umumnya, tua maupun muda, meski harus saya akui, remaja adalah segmen yang mendominasi.

Si binatang istimewa ini tak lain dan tak bukan adalah anjing. Saya tidak tahu untuk kota-kota lain bagaimana, yang saya tahu anjing hanya dipakai untuk makian, namun di Bandung ini dan juga kota-kota lain di seantero Jawa Barat ini ya seperti itu tadi.

Edunnya lagi, kata "anjing" dapat difungsikan sebagai kata apapun - halaah inget kuliah Pak Amin jadinya -

- menjadi objek = "Rek kamana, anjing?"

- menjadi pelengkap subjek = "Anjing, aing mah kamari ..."

- menjadi penegasan = "ari maneh, anjing?"

- menyatakan keheranan = "naha bisa kitu, anjing?"

- menyatakan kekaguman = "anjing ... eta mah alus pisan euy .."

dan tentu saja

makian.

Tapi maaf saja saya takkan memberikan contohnya di sini.

Saya pikir saking banyaknya fungsi yang dapat dipakaikan pada kata ini seharusnya para Grammarians - seperti Prof. Amin dosen saya - dapat memberi nama tertentu padanya.

Tentu saja saya tidak serius. Saya menulis ini karena sudah muak dengan orang-orang yang sering sekali 'berhubungan intim' dengan anjing. Man, what's the matter with them??

Sayangnya anjing tidak bisa bahasa manusia. Kalau bisa ia pasti sudah protes, kenapa namanya dipakai secara tidak proporsional begitu. Ini sama saja dengan bahasa Inggris, dimana kata "dog" - atau "dawg" dalam lafal slank - dan kata "bitch" seringkali dipakai dalam percakapan.

Apa sih salahnya para anjing?

Bukankah manusia yang seharusnya lebih bisa mikir. Akal kan diberikan pada kita. Ga ngerti saya (geleng-geleng kepala - sok bijak).

Saya bayangkan, seharusnya anjing protes dan mengajukan mosi pada komisi entah-apa-gitu-yang-mengurusinya tentang pencemaran nama baik.

Dan meskipun anjing tak bisa ngomong, saya yakin kalau ia ngerti ia pasti setuju dengan saya.

Betul kan, anjing?

P.S mohon maaf untuk contoh-contoh kalimat di atas jika sedikit 'blak-blakan'