undefined
Sejak awal saya kuliah S2, saya sudah tahu diri. Jurusan S1 saya bukan pendidikan bahasa Inggris, otomatis saya tidak akan sebagus mereka yang dari jurusan itu dalam banyak hal. Tapi saya selalu punya keyakinan jika saya berusaha keras pasti saya akan mampu menyamai mereka.
Hari ini keyakinan itu sedikit menguap. Seorang makhluk Allah yang membuatnya runtuh. Ada seorang dosen yang menurut saya, ia tidak menyukai saya. Entah kenapa. Saya sudah berulangkali berpikir apa kira-kira kelemahan saya (yang memang banyak ini) yang membuatnya selalu bersikap sinis di kelas. Setiap kali saya berkontribusi di class discussion,ia pasti akan mencecar saya dan membuat saya merasa amat bodoh. Namun setiap kali pula saya berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa itu tidak benar. Tidak mungkin ia tidak menyukai saya (sementara banyak orang di luar sana yang sehari saja tidak bertemu saya pasti kangen). Halaah.
Siang tadi saya sudah yakin benar bahwa ada sesuatu dalam diri saya yang ia benci.
Perkuliahan dengannya sebenarnya sudah berakhir, namun nilai tak kunjung keluar. Ternyata ia menganggap hampir semua paper yang sudah kami kerjakan tidak memuaskannya hingga ia meminta satu kali lagi kelas tambahan untuk memberikan koreksi atas hasil kerja kami.
Maka berbondong-bondonglah kami semua menuju ruangannya. Setelah mengulas salah satu paper teman saya yang menurutnya bagus sekali, ia menawarkan untuk membahas paper masing-masing secara personal. Karena ingin cepat beres, saya langsung minta detik itu juga untuk dikoreksi olehnya bersama 4 teman lainnya. Sisa kelas pun pulang.
Satu demi satu mahasiswa dikoreksi secara langsung olehnya. Karena kami ada di ruangan yang sama, otomatis kami bisa dengan jelas mendengar feedback yang ia berikan. Ada sekitar 6 atau 7 orang di ruangan itu tadi siang.
Ketika tiba giliran saya, alih-alih memperlihatkan bagaimana benernya, ia langsung melontarkan kalimat pertamanya dengan:
"Kamu sebaiknya pindah jurusan aja, atau kuliah S1 lagi jurusan Bahasa Inggris ..."
Seketika ruangan jadi hening. Saya serasa tidak berpijak ke bumi. Dari awal saya sudah dapat menduga bahwa ia akan bersikap negatif pada saya (dikarenakan sehari-harinya juga begitu) tapi saya tidak menyangka "serangannya" akan sedahssyat itu. Rasanya seperti ada bom pecah di telinga saya.
Ia kemudian mengatakan dengan terang-terangan bahwa grammar saya sangat jelek, tidak tertolong lagi hingga ia heran kok bisa-bisanya saya mengajar Bahasa Inggris di tingkat SMA.
"Saran saya, kamu pindah jurusan ke Prancis, pasti kamu bisa cum laude. Kalau kamu masih bertahan di Inggris, saya khawatir kamu akan terseok-seok mengejar yang lain. Kamu lulusnya pasti lama, sudah banyak terbukti kok, yang dari jurusan non-inggris itu sampai bertahun-tahun di sini, bisa-bisa 10 tahun kamu baru lulus ..."
Bisa Anda bayangkan rentetan kalimat seperti itu dilontarkan oleh seorang dosen terhormat bergelar profesor, disampaikan di hadapan umum? Saya serasa bukan manusia, harga diri saya terkikis habis olehnya, saya dibuatnya merasa jadi manusia paling bodoh yang ada di dunia. Padahal saya ga bodoh-bodoh amat, grammar yang ia keluhkan itu saya sudah dapat hasilnya, meski tidak A tapi lumayan saja, B-.
Saya akui grammar saya tidak bagus, oleh karenanya lah saya semangat sekali kuliah ini. Mengejar ketinggalan jadi prioritas utama saya, tapi mbok ya dia tuh nyadar dong; dengan mengatakan begitu ia telah mematikan semangat saya, membunuh intelektualitas saya.
Saya memang tidak banyak bicara tadi. Saya terlalu 'shock' untuk berdalih atau menyanggah. Dan ia memang tipe orang yang tidak suka disanggah. Bisa dikatakan ia orang 'besar', kabarnya sudah banyak sekali korban kezalimannya; jadi apa artinya seorang saya ini?
Terus terang sekarang saya dilanda krisis percaya diri. Dan,(harus diakui) cemas. Saya khawatir karena ia jenis orang yang keinginannya selalu dituruti orang, saya cemas jika saya nantinya akan terus-terusan menjadi 'target operasi'.
Namun dengan menabahkan hati, saya menguatkan diri sendiri dengan mengatakan:
Dia boleh jadi berkuasa, namun Allah yang memilikinya, Allah yang lebih berkuasa,
maka Allah saja lah penolong saya ..
Amin.
10 Februari 2010 pukul 05.50
Betul madam... toh dosen juga ciptaan Allah, segimana "berkuasanya" itu dosen, tidaka akan pernah bisa menandingi kekuasaan Allah... Tetap SEMANGAT Bu'!!!
Saya ikut mendo'akan semoga beliau cpt sadar..!