twitter


Saya sedang mencoba menamatkan "The Lord of The Rings" versi asli. Meski bahasanya 'ajaib' karena jadul abis namun tetap coba dinikmati. Bayangkan aja ada kata model "yonder" yang artinya "di situ", yang sekarang tak lagi dipakai dalam bahasa Inggris modern.

Dalam salah satu scene, Gandalf menyatakan kegemasannya dengan Hobbit dengan kalimat, (bukan aslinya, melainkan kalimat tafsiran saya)
"The knowledge of Hobbits can be learnt in a month, yet we are still amaze by Hobbits after years". Artinya kita bisa tahu segala sesuatu tentang Hobbit hanya dalam waktu sebulan saja (karena saking simple dan boringnya makhluk satu ini) namun Hobbit bisa tetap mengejutkan setelah waktu bertahun-tahun.

And there goes the same with human being. Bedanya, mempelajarinya lama, memahaminya lama, dan tetap mengejutkan. Terkadang kita merasa sudah sangat mengenal seseorang, eh ternyata tetap aja kita terkejut dengan perubahannya. Atau pada kasus saya, berusaha memahami orang bertahun-tahun lamanya, namun tetap tak bisa dimengerti.

Saya merasa saya sudah berusaha memahaminya sepanjang hidup saya. Well, sebenarnya itu terlalu berlebihan juga, karena dikurangi masa kecil saya, sekitar 10-12 tahun, berarti 20 tahun saya mencoba memahaminya. Anehnya, hingga hari ini, saya belum juga sukses menebak apa yang ada dalam benaknya itu.

Sedih memang, karena ia termasuk orang yang tak mungkin saya tinggalkan. Blood is thicker than water, begitu kan katanya. Lebih hebatnya lagi, ia seharusnya adalah orang yang paling saya hormati di dunia ini, kata Agama.

Yet, saya masih merasa jauh darinya. Apakah saya kurang berusaha? Atau (menurut egonya saya) dianya aja yang terlalu ndablek untuk membuka hatinya? Entahlah, yang penting saya tahu bahwa semakin banyak beralasan tidak menjadikan solusi.

Saya sering bertanya-tanya; naha nya kieu-kieu teuing atuuuh. Setiap hari saya lelah berusaha mengartikan setiap kalimatnya, setiap gerakan tubuhnya, sambil terus bertanya-tanya; "What's next?"

Rasanya setiap hari ada saja kejutannya. Kalau jadi pesakitan yang disetrum di kursi listrik, mungkin saya udah mati berkali-kali kali, halaah. Padahal sejujurnya dari dalam hati, sudah sangat berusaha diri ini melakukan berbagai hal untuknya, meski dengan cara sederhana.

Dan berkali-kali pula saya bertanya;
Sampai kapankah ...




0 komentar: