twitter


Hari minggu pagi, saya mendapat sms dari teman-teman di sekolah. Seorang keluarga yayasan meninggal dunia karena db. Alkisah, almarhumah sedang mengandung anaknya yang pertama, berusia 7 bulan. Ia adalah menantu dari salah seorang pendiri yayasan tempat kami bekerja.
Hati saya menjadi pilu. Selama beberapa menit saya tercenung. Sungguh, meski kematian di usia muda bukan yang pertama saya dengar, tak urung saya merasa ngeri. Dulu, ketika kecil saya selalu beranggapan orang yang meninggal adalah orang yang sudah tua atau sakit-sakitan. Ternyata tidak. Tak pernah tahu kita kapan malaikat izrail menjemput.
Saya lebih haru lagi karena mengingat almarhumah baru setahun menikah dengan suaminya. Bahkan hari ini adalah ulangtahun pernikahannya yang pertama. Ah .. pasti berat rasanya. Saya saja yang tahun ini genap 9 tahun menikah, merasa tak terbayangkan jika kehilangan pasangan hidup.
Kematian pertama yang hinggap di memori saya adalah tahun 1991. Waktu itu saya kelas 1 smp. Yang meninggal adalah om saya. Dia seorang perwira polisi yang terbunuh ketika bertugas di Aceh sana, pertama kali adanya GPK (sekarang dikenal dengan GAM).
Om Mat (panggilan saya padanya) datang sudah di dalam peti mati. Tante saya tergugu, pilu. Ada tiga anak kecil yang ditinggalkannya, sepupu-sepupu saya, masing-masing 5, 3 dan 1,5 tahun. Saya waktu itu hanya sempat merasa sedih sebentar mengingat nasib anak-anak itu. Saya sedih, tapi mungkin masih dalam frame-mind seorang anak kelas 1 smp.
Kematian berikutnya saya terima kabarnya di SMA. Salah seorang teman SMP saya meninggal karena kecelakaan mobil. Saya dan teman-teman tersentak. Rasanya baru kemarin kami masih bercanda. Salah seorang teman saya nyeletuk,
"Gimana ya ma, mangkaning si R*** teh dulunya ga pernah sholat .."
Kami berempat tercenung. Dan akhirnya bertangis-tangisan, memikirkan almarhumah. Akankah ia masuk surga?
Di kelas 3 SMA lagi-lagi salah seorang teman sekolah lebih dulu meninggalkan kami. Ia akhirnya harus menyerah pada penyakit leukemia. Beramai-ramai kami pergi melayat ke rumahnya. Ibu teman saya itu berkali-kali menangis keras melihat teman-teman anaknya.
Ketika di kuliah, saya dengar salah seorang kenalan saya, anak jurusan bahasa inggris juga meninggal karena terserang malaria. Waktu itu saya merengutkan kening. Malaria? kok bisa??
Yah, ternyata bisa. Malaikat Izrail sudah keburu datang menemui teman saya.
Yang paling menyakitkan adalah ketika nenek saya meninggal tahun 2007 lalu. Saya waktu itu tak setetespun bisa mengeluarkan airmata. Entah kenapa. Bukan karena tak sedih.
Saya dari kecil diasuh oleh emak (panggilan saya untuk nenek). Dimandikan, diceboki, disuapi. Ketika emak terbaring sakit selama lebih dari dua tahun, saya merasa mati. Sungguh saya merasa menyesal karena belum bisa membahagiakannya hingga ia meninggal. meski setiap kali bertemu ia senantiasa menyatakan rasa bangganya pada saya yang telah sempat ia saksikan hingga pernikahan saya dan kelahiran anak-anak sayaa.
Saya sendiri tak ingat kenapa saya tidak bisa menangis waktu itu. Padahal sekarang, melihat seorang nenek renta saja airmata saya pasti tumpah. Masih terbayang sosok emak dengan jelas. Bagaimana dari kecil sampai dewasa ia tak putus-putus menjaga dan mendoakan saya. Masih teringat nasi goreng buatannya yang ia buat untuk sarapan saya. nasi goreng yang penuh vetsin dan bawang goreng. Khas nini-nini, kata teman saya. tapi bikin saya kangen.
Yah, kembali ke masalah kematian, memang yang ini tak bisa kita hindari.
Tak mungkin ketika malaikat Izrail datang trus kita tawari perpanjangan waktu (emang pertandingan basket) ..
Tak ada seorang koruptor pun di muka bumi ini yang sepertinya bisa menyuap izrail.
Ketika ia datang, maka ya sudahlah, pasrah saja kita.
Tak ada kekayaan, ketampanan, kecantikan, kepopuleran yang dapat menjauhkan kita dari pertanggungjawaban hari akhir nanti.
Ya Allah .. kalau mengingat itu malu rasanya diri ini. Amal ibadahku Ya Rabb, Engkau mengetahuinya.
Apa yang akan hamba jawab nanti jika malaikat munkar dan nakir bertanya :
"Man Robbuka??"
Bukan masalah bahasa arabnya yang ditanyakan. Kalo masalah itu mungkin saya sudah ngambil intensif bahasa arab.
Bukankah amal hamba nanti yang akan menjawabnya?
Duh Rabb .. akan menjadi apa perjalanan hamba kelak?
Seperti kata Pa Dadan, salah seorang teman hamba di sekolah :
"saya mah masuk surga nya lewat jalur prestasi aja."
jadi Ya Rahman .. hamba punya prestasi apa yang dapat mengaburkan segala dosa dan nista ini?
Ampuni hamba Ya Ghofur ..


0 komentar: