Beberapa tahun lalu, saya pernah mengikuti (baca : diwajibkan) sebuah seminar pendidikan guru bahasa Inggris di Bandung Utara. Yang mengadakannya sebuah lembaga pemerintahan (tuuuut ... sensor ya). Di sana berkumpul para guru-guru bahasa Inggris se-Jawa Barat.
Awalnya saya merasa excited. Bagaimana tidak, tentu saya akan bertemu dengan rekan-rekan sejawat, saya bisa berbagi ilmu dan belajar dari mereka. Namun harapan tinggall kenangan karena ternyata oh ternyata .. motivasi orang berbeda-beda. Banyak dari mereka yang saya lihat tidak begitu mengacuhkan isi seminarnya (yang memang 'biasa' saja, mohon maaf). Dan karena mereka datang dari berbagai penjuru, maka mereka membawa segala rupa laku yang ... sedikit berbeda dengan yang biasa saya lihat.
Mengenai sikap mereka biarlah di lain waktu saya bahas.
Seperti yang saya katakan tadi, materi yang disajikan memang tidak terlalu istimewa. Kurang mengena. Saya pikir kalau seminar tingkat Jawa Barat paling tidak harus 'lumayan' lah, tapi sudahlah.
Pada suatu sesi, sesi yang sebenarnya cukup saya sukai, karena pematerinya cerdas dan lugas dalam menyampaikan hal yang dibahasnya. Sayangnya memang, tampilan in fokus darinya tidak begitu 'eyes catching', begitulah.
Saat termin pertanyaan, ada seorang guru yang bertanya bagaimana caranya jika ia ingin mendapatkan soal untuk ulangan, karena ternyata buku paket yang dipakai murid-muridnya itu di dalamnya memuat kunci jawaban. Alhasil, si guru kelabakan untuk mencari soal lain.
Saya terperangah. Heran dan juga sedih.
Saya heran membayangkan bagaimana mungkin si guru itu hilang akal hanya gara-gara ia tak bisa 'membajak' soal dari buku? Bukankah ia bisa jadi guru karena ia kuliah? Pasti ia kuliah di jurusan yang sekarang ia ajarkan .. mungkin juga tidak (seperti saya), tapi bagaimanapun persiapan itu amat penting, pun peningkatan potensi diri. Haiyaah ...
Saya juga sedih karena ia tak bisa memikirkan cara lain untuk mendapatkan soal. Karena saya pun jika sedang 'amnesia otak' terkadang mencari referensi soal ke buku-buku atau browsing di internet. Satu kali 'klik' saja bisa membuat ribuan soal 'ngaburudul'
Ah, memang teknologi dan penjaminan kesejahteraan guru belum merata ...
Beres yang itu, kemudian seorang guru kembali bertanya. Yang satu ini ajaib sekali. Begini pertanyaannya,
Penanya, "Ibu .. saya adalah guru Bahasa Inggris di ...
"Saya ingin agar siswa saya semangat dalam belajar bahasa Inggris, maka terkadang saya menyederhanakan kalimat dan membiarkan mereka untuk berkreativitas sendiri ..."
Pemateri, "Contohnya bagaimana, Pak?"
Penanya, "Begini Bu, pernah ada siswa saya yg datang mencari saya ke rumah ketika saya tidak ada. Ia mengatakan begini,
Sir, yesterday I go to house you, but there is no who who ...
(saya datang ke rumah Anda kemarin dan tidak ada siapa-siapa)
sontak meledaklah tawa satu ruangan. Saya juga tertawa. Awalnya. Akhirnya saya sedih lagi. Saya termasuk 'idealis' dalam mengajar. Saya ingin anak-anak mempelajari bahasa Inggris yang baik dan benar. Dan dari penuturan guru tersebut di atas, dapat kita bayangkan bagaimana jadinya muridnya itu.
Saya berkali-kali harus mengingatkan pada semua orang, dan diri saya sendiri, bahwa menggunakan suatu bahasa berarti kita juga menggunakan konteks budaya dimana bahasa itu dipakai.
Perhatikan peribahasa Sunda berikut ini: (mohon maaf bagi non-Sunda jika ada rooming)
'Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok."
peribahasa ini mengandung arti; suatu usaha yang terus-terusan meskipun kecil akan mendatangkan hasil juga pada akhirnya. Dalam konteks bahasa Indonesia, tidak akan kita temukan kalimat yang persis seperti itu (memakai analogi batu) jadi untuk arti yang sama, kalimatnya pasti beda.
Jangan coba-coba langsung mengartikan peribahasa tersebut ke dalam bahasa Inggris, karena akan jadi seperti ini :
Water Karacak Fall On The Stone, Slowly, Slowy, Become Sloppy
Meureun.
Atau yang seperti ini.
Dalam bahasa Sunda, harta orang kaya sering digambarkan seperti ini:
"Bru di juru, bro di panto, ngalayah di tengah imah"
English version :
Bru in the corner, bro on the door, ngalayah in the middle of the house.
Asoy geboy kaaan ...
Ada banyak yang Belum Saya ceritakan di sini, tapi karena takut kepanjangan, kita bagi dalam dua bagian ya.
Lihat di sequel-nya.
Awalnya saya merasa excited. Bagaimana tidak, tentu saya akan bertemu dengan rekan-rekan sejawat, saya bisa berbagi ilmu dan belajar dari mereka. Namun harapan tinggall kenangan karena ternyata oh ternyata .. motivasi orang berbeda-beda. Banyak dari mereka yang saya lihat tidak begitu mengacuhkan isi seminarnya (yang memang 'biasa' saja, mohon maaf). Dan karena mereka datang dari berbagai penjuru, maka mereka membawa segala rupa laku yang ... sedikit berbeda dengan yang biasa saya lihat.
Mengenai sikap mereka biarlah di lain waktu saya bahas.
Seperti yang saya katakan tadi, materi yang disajikan memang tidak terlalu istimewa. Kurang mengena. Saya pikir kalau seminar tingkat Jawa Barat paling tidak harus 'lumayan' lah, tapi sudahlah.
Pada suatu sesi, sesi yang sebenarnya cukup saya sukai, karena pematerinya cerdas dan lugas dalam menyampaikan hal yang dibahasnya. Sayangnya memang, tampilan in fokus darinya tidak begitu 'eyes catching', begitulah.
Saat termin pertanyaan, ada seorang guru yang bertanya bagaimana caranya jika ia ingin mendapatkan soal untuk ulangan, karena ternyata buku paket yang dipakai murid-muridnya itu di dalamnya memuat kunci jawaban. Alhasil, si guru kelabakan untuk mencari soal lain.
Saya terperangah. Heran dan juga sedih.
Saya heran membayangkan bagaimana mungkin si guru itu hilang akal hanya gara-gara ia tak bisa 'membajak' soal dari buku? Bukankah ia bisa jadi guru karena ia kuliah? Pasti ia kuliah di jurusan yang sekarang ia ajarkan .. mungkin juga tidak (seperti saya), tapi bagaimanapun persiapan itu amat penting, pun peningkatan potensi diri. Haiyaah ...
Saya juga sedih karena ia tak bisa memikirkan cara lain untuk mendapatkan soal. Karena saya pun jika sedang 'amnesia otak' terkadang mencari referensi soal ke buku-buku atau browsing di internet. Satu kali 'klik' saja bisa membuat ribuan soal 'ngaburudul'
Ah, memang teknologi dan penjaminan kesejahteraan guru belum merata ...
Beres yang itu, kemudian seorang guru kembali bertanya. Yang satu ini ajaib sekali. Begini pertanyaannya,
Penanya, "Ibu .. saya adalah guru Bahasa Inggris di ...
"Saya ingin agar siswa saya semangat dalam belajar bahasa Inggris, maka terkadang saya menyederhanakan kalimat dan membiarkan mereka untuk berkreativitas sendiri ..."
Pemateri, "Contohnya bagaimana, Pak?"
Penanya, "Begini Bu, pernah ada siswa saya yg datang mencari saya ke rumah ketika saya tidak ada. Ia mengatakan begini,
Sir, yesterday I go to house you, but there is no who who ...
(saya datang ke rumah Anda kemarin dan tidak ada siapa-siapa)
sontak meledaklah tawa satu ruangan. Saya juga tertawa. Awalnya. Akhirnya saya sedih lagi. Saya termasuk 'idealis' dalam mengajar. Saya ingin anak-anak mempelajari bahasa Inggris yang baik dan benar. Dan dari penuturan guru tersebut di atas, dapat kita bayangkan bagaimana jadinya muridnya itu.
Saya berkali-kali harus mengingatkan pada semua orang, dan diri saya sendiri, bahwa menggunakan suatu bahasa berarti kita juga menggunakan konteks budaya dimana bahasa itu dipakai.
Perhatikan peribahasa Sunda berikut ini: (mohon maaf bagi non-Sunda jika ada rooming)
'Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok."
peribahasa ini mengandung arti; suatu usaha yang terus-terusan meskipun kecil akan mendatangkan hasil juga pada akhirnya. Dalam konteks bahasa Indonesia, tidak akan kita temukan kalimat yang persis seperti itu (memakai analogi batu) jadi untuk arti yang sama, kalimatnya pasti beda.
Jangan coba-coba langsung mengartikan peribahasa tersebut ke dalam bahasa Inggris, karena akan jadi seperti ini :
Water Karacak Fall On The Stone, Slowly, Slowy, Become Sloppy
Meureun.
Atau yang seperti ini.
Dalam bahasa Sunda, harta orang kaya sering digambarkan seperti ini:
"Bru di juru, bro di panto, ngalayah di tengah imah"
English version :
Bru in the corner, bro on the door, ngalayah in the middle of the house.
Asoy geboy kaaan ...
Ada banyak yang Belum Saya ceritakan di sini, tapi karena takut kepanjangan, kita bagi dalam dua bagian ya.
Lihat di sequel-nya.