Kamis dini hari tanggal 29 Desember 2011 saya masih terjaga. Kantuk yang belum juga datang dan pekerjaan yang berteriak-teiak minta diselesaikan menjadi penyebab mengapa saya masih nyileuk. Sehabis tepat pukul 12 sms mulai berdatangan, pun wall di facebook mulai penuh oleh posting orang-orang. Hari itu saya memang bersyukur karena masih bisa menikmati bertambahnya usia. Dengan haru mulai saya membalas ucapan dari setiap orang. Selewat pukul 3 dini hari, saya baru terlelap.
Rasanya baru beberapa menit saya tidur, tiba-tiba saya dikejutkan dengan suara ribut di luar rumah. Saya yang masih mengantuk mengira ada orang bakar petasan, tapi lah kok ga mirip bunyinya, batin saya. Suami dan ketiga anak ikut terbangun. Saya lirik jam di hape, baru jam enam sodara-sodara. Dan jam 6 pagi di hari libur sama saja dengan jam 4 subuh di hari biasa menurut saya hehe.
Setelah didengarkan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, hehe, ternyata ada beberapa orang yang berteriak-teriak di luar, teriakannya begini:
“Madam Irmaaaaaaaaaaa ... keluar!!”
“Bu Irmaaaa .... buka pintu!!”
Waduh, bingung saya. Pagi-pagi kok dah ada yang ngajak brantem? Perasaan saya ga nyuri sendal, ga korupsi, ga nyulik anak, ga bikin statement apapun ke media (apa seeeh??), jadi mengapa??
Dan teriakan-teriakan itu berlanjut;
“Madam Irmaaaa ...”
“Selamat Ulang tahun ... kami ucapkan ...”
Oalah ternyata yang ngucapin selamat ulang tahun ternyata. Malas-malasan saya bangun, setengah keuheul karena tau pasti yang terganggu bukan saya saja. Terbayang tetangga dari ujung ke ujung yang pasti juga sudah mendengar ‘keributan’ ini.
Saya buka pintu. Sempat saya lirik rumah saya yang ancur banget. Yaah ... gimana lagi?? Baru bangun, belom beberes ... hari libur pula.
Ceklek, pintu saya buka.
Sambil menahan nafas karena belom gosok gigi (pastinya), saya menatap wajah-wajah familiar anak-anak yang selama ini menghantui hidup saya, yang sehari-hari memakai label “murid”.
Beuuuuh ... sudah kuduga memang kalian PENJAHATNYA !!!!
“Bentar ya, aku gosok gigi dulu”
Dan saya tinggalkan mereka di depan pintu untuk gosok gigi dulu.
Dan mereka masih berteriak-teriak terus.
Hadooooh ...
Dan berakhirlah pagi hari penuh kedamaian saya dengan hadirnya mereka, sekitar 15 orang anak yang rata-rata berbadan bongsor di rumah kecil saya. Berdesak-desak jadinya.
Mereka membawa senyiru nasi kuning lengkap dengan telor dan bihun.
Waktu saya komplen soal ributnya mereka (belakangan saya tau bahwa ‘memang’ para tetangga sampai pada keluar rumah karena menyangka di rumah saya beneran ada keributan), dengan nyantainya mereka bilang,
“Bagiin aja bu nasi kuningnya, biar tetangga ga pada marah ...”
Ya sudahlah ... dengan mata masih mengantuk, dan kepala pusing, saya bagikan nasi kuning terlebih dulu pada mereka, yang langsung menyantapnya di tempat (dasaaaar), pake acara suap-suapan nasi segala lagi ... (mereka menyuapi saya maksudnya).
Dan karena saya ngomel terus, mereka balik komplen,
“Kok ga nangis sih bu?”
“Ngapain nangis?” saya balik bertanya.
“Ih aneh si Ibu mah, orang lain mah kalo dikasih surprise kayak gini teh biasanya pada nangis.”
Ampun deeh ... gimana bisa nangis, wong dibangunkan dari tidur lelap setelah begadang.
:p
Anyway, lupakan saja omelan saya. Kekesalan saya. Karena sesungguhnya saya bahagia.
Meski tanpa airmata, saya haru karena mereka.
Pasti mereka juga sudah berkorban banyak. Bangun pagi, kemudian pergi jauh-jauh ke rumah saya. Juga patungan untuk beli nasi kuning.
Aaaah ... dimana lagi bisa saya temukan anak-anak setulus kalian?
Maka tahukan kalian,
Setelah kalian pulang, hingga sore hari saya masih termangu. Masih terkenang-kenang kejadian pagi buta itu.
You guys are so sweet.
Terima kasih sudah mencintai saya sepenuh hati. Menerima saya apa adanya.
Dan saya mencintai kalian seperti anak-anak saya sendiri.
I love you.
*PS: ngomong2 setelah itu saya jadi tengsin karena para tetangga dengan isengnya bertanya: “emang ulang tahun ke-berapa bu?” tuuuuh kaan jadi malu L jadi weh saya jawab:
“Ke-17”
:p