twitter


Musim menjelang kampanye seperti sekarang memang lagi hangat-hangatnya. Mau tak mau, peduli atau engga kita pasti akan merasakan perubahan situasi. Dari mulai acara-acara TV yang jadi banyak menampilkan entah visi en misi tokoh anu, debat antar parpol sampai profil partai.

Sebetulnya bagus aja. Pembelajaran demokrasi. Kalo dulunya kita ga tau sama sekali tentang apa itu politik, minimal sekarang saya jamin kosa kata 'perpolitikan' masyarakat udah semakin banyak. Visi, misi, paradigma, program kerja, bla bla bla.

Ada satu hal lagi yang amat kentara sebagai dampak pemilu, yaitu bertebarannya spanduk, baliho, banner (apapun namanya itu) caleg dimana-mana. Dari yang ditancapkan di pinggir jalan, ditempelkan di pohon atau menempel sebagai aksesoris di mobil.

Setiap hari, pergi dan pulang kerja saya melihat banyak sekali spanduk caleg. Saya sih belum pernah ngitung, tapi kira-kira puluhan lah begitu. Akhirnya, yah karena saya bisanya cuman itu, saya jadi sering mengomentari banner-banner itu.

Pertama, saya sebenernya kurang sreg sama tempat dimana mereka menempel. Kalo di depan rumah (mungkin pemilik rumah) atau di depan kantor atau lembaga tertentu sih no problemo. Tapi kalo sudah di pohon, deket tiang listrik atau trotoar, saya suka rada ga rela, karena jadi rame banget. Kalo biasanya kita akan sering membaca :
LES PRIVAT, HUB : 0811xxxx
atau:
SEDOT TINJA TELP. 022 xxxxx
yang ditempel di pohon, sekarang kita akan menatap banyak wajah yang kita ga kenal tapi lama-lama kita hapal juga saking seringnya lewat situ.

Ini mungkin legal. Buktinya pemerintah belum ada tuntutan apa-apa mengenai pemasangan spanduk. Mungkin karena sudah musimnya (kampanye) jadi dianggap lumrah-lumrah saja. Lagian, jalan-jalan di negara kita ini emang sudah sejak lama jadi etalase murah meriah. segala ada, maksudnya.

Saya jadi memperhatikan spanduk per spanduk. Ada yang sederhana, hanya menempelkan foto, nama partai, logo dan tentu saja nama si caleg. Ada juga yang sangat 'catchy' maksudnya langsung menarik perhatian (secara positif dan negatif) orang yang melihatnya.

Ada satu banner yang menarik perhatian saya. Ukurannya besar. hampir seperti layar tancap. Saya langsung kebayang layar untuk in focus kayak di sekolah tempat saya mengajar. Tak usahlah saya sebutkan partainya apa, tak penting (lagian sensitif) pokoknya ia didominasi warna merah, hehe ..

Nah, dalam spanduk ini, si caleg selain mencantumkan nama, partai dan logo juga mencantumkan tujuh prestasi/bidang kerja yang sudah ia lakukan. Ketika saya cermati satu-satu, saya jadi tersenyum-senyum. Diantara 7 programnya itu yang saya ingat adalah: membantu terselenggaranya pesta, membantu menyewakan tenda/alat-alat pesta, membantu dalam bidang emergensi anggota (?), membantu pendidikan, dll.

Tentu saja yang saya sebutkan di atas bukan persis seperti itu tulisannya. Tapi maksud yang saya tangkap seperti itu lah. Kenapa saya senyum-senyum? Yah .. pliis deh, menurutku hal-hal kayak gitu ngapain dicantumin segala?? ga penting. (Maaf-maaf nih pada caleg yang bersangkutan, berpendapat boleh khan?)

Mungkin saking ingin mendapatkan perhatian jadi segala weh dimasukin. Fiuuuh .. susah ya jadi caleg kayaknya? Harus punya duit banyak yang pasti .. karena menurut informasi satu baliho kecil saja harganya 40 ribu, dan tak mungkin seorang caleg hanya bikin satu saja. Dalam perjalanan pergi saja saya bisa menemukan 5 sampai 10 poster caleg yang sama.

Kembali ke soal banner caleg tadi, saya memang ga pantas menyalahkan. Itu kan hak dia. Tapi kalo saya jadi dia .. ga mungkin kayaknya .. saya ga mau jadi caleg (kayak mau ada yang nawarin aja).

Mohon maaf nih, spanduk-spanduk ini berhasil bikin saya terhibur. Saya jadi rajin baca tiap-tiap profil orang. Dari yang fotonya resmi sampai yang bergaya gaul. Saya terhibur karena mereka mau cape-cape mengeluarkan uang untu berfoto, mencetak spanduk dan memasangnya dimana-mana. Akan sangat terhibur sekali jika kelak ketika mereka beneran jadi anggota dewan, mereka benar-benar akan sibuk memikirkan kita, para rakyat jelata dan jelita, bukannya nanti sibuk cari objekan buat bayar-bayar utang dana kampanye ..

Pernah saya membahas masalah ini di kelas anak 12. Bersama-sama kami menertawakan rupa-rupa poster caleg yang lucu-lucu yang ada di seputar kota kami. Dan salah satu murid saya ada yang nyeletuk:
"Bu .. kira-kira kalo mereka menang nanti, mau engga ya bersihin lagi bekas-bekas spanduknya?"

Mmh .. saya jadi tersenyum lagi.

0 komentar: